Kepada waktu, yang mengajariku menunggu.
October 16, 2010 § 14 Comments
Aku selalu kagum, kepada setiap ketukan detik, yang merangkak pelan-pelan pada jam dinding bundar itu. Selalu saja penuh rahasia, menyelundup diam-diam, namun tak pernah lupa menanam benih-benih cerita. Kau, aku, adalah jiwa-jiwa yang menari, berpijak dari satu titik ke titik lainnya, menebar tawa, meluruhkan air mata, melahirkan sebuah peristiwa.
Kepada celah sunyi, malam melantunkan jiwanya, disela nyanyian-nyanyian angin yang sekilas melintas, menggoyangkan ranting-ranting kurus diujung jalan. Malam sudah semakin membungkuk, mungkin terlalu takut bertemu pagi. Rembulan sudah mati, hilang pendarnya ditepi subuh, hanya hening, selebihnya cuma rindu.
Happy birthday to myself. Kini, aku setahun lebih dekat, untuk bertemu denganmu. Terima kasih kepada waktu, yang sudah mengajariku menunggu..
* Peluk hangat untuk istriku tercinta, Fika.. *
Saya selalu kagum sama karya2 mas, seorang suami yang sangat mencintai istrinya, semoga allah mempertemukan kalian lagi 🙂 salam kenal
Makasih ya mas, amiin.
ada 1 yang tak pernah kembali yaitu WAKTU … manfaatkan sebaik baiknya, menjadi hamba yang mampu memanfaatkan waktu. 🙂
Betul mba, makasih sudah mengingatkan.
aaah mau deh punya suami kayak mas… keren2 postnya, aku suka.. salam kenal… 😀
keren! 😀
pengunjung baru disini #bow
gila… penulisan kalimat, penyusunan kata” , ah keren bgt bang acho,,
btw emang istri bang acho kemana deh ?
luar biasa kata yg sodara uraikan…
mas acho ulang tahun 16 oktober ya :p
suka…. bikin terharu…. 🙂
Puisinya menyentuh. Ada hal ynag selalu penyair coba luruhkan dalam hati pmbaca. Dan engkau telah menjalankannya.
Yah. Kepada waktu itu memang terus berpacu.
hwwaa saya sediihhh 😥
saya jadi cengeng gini baca tulisan2 ini